Slawi Ayu - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia sedang berada di titik kritis. Gempuran produk impor dengan harga sangat murah, baik legal maupun ilegal menjadi salah satu biang keladi yang membuat sektor ini kehilangan daya saing. Namun ini hanyalah salah satu dari serangkaian masalah krusial pada industri yang pernah menjadi primadona ekonomi nasional tersebut.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) baru-baru ini mengungkap fakta mengejutkan mengenai kondisi industri TPT. Salah satu sorotan utamanya ialah masifnya impor produk jadi yang membanjiri pasar domestik melalui marketplace seperti TikTok Shop. Fenomena ini tidak hanya menekan produsen lokal, tetapi juga memperkeruh persaingan harga di pasar dalam negeri.
Menurut Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Rizky Aditya Wijaya, platform e-commerce tersebut menjadi saluran utama masuknya produk tekstil murah, yang sering kali memiliki kualitas rendah tetapi sangat diminati karena harga yang jauh lebih terjangkau.
"Impor ilegal juga semakin merajalela, membuat situasi semakin sulit bagi pelaku industri lokal," ungkapnya dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI pada Kamis (23/1/2025).
Kendala lainnya ialah stigma "sunset industry" yang disematkan pada sektor ini. Label ini mengindikasikan bahwa industri tekstil dianggap sebagai sektor yang usang dan sulit berkembang. Akibatnya, pelaku usaha menghadapi kesulitan besar dalam mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan.
Masalah ini diperparah oleh fakta bahwa rata-rata peralatan dan mesin yang digunakan industri TPT sudah berusia lebih dari dua dekade. Dengan teknologi yang ketinggalan zaman, produktivitas dan efisiensi industri lokal semakin tertinggal dibandingkan pesaing dari luar negeri.
Regulasi juga menjadi sorotan. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang mengatur kebijakan impor, dinilai memberatkan industri lokal. Rizky menyebut, sejak aturan tersebut diberlakukan, utilitas atau tingkat pemanfaatan kapasitas industri tekstil mengalami penurunan drastis hingga hanya mencapai 70 persen.
Data menunjukkan bahwa ekspor TPT juga mengalami penurunan signifikan. Sepanjang Januari hingga November 2024, pertumbuhan ekspor menurun 1,49 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi lain, impor TPT justru melonjak 6,86 persen pada periode yang sama.
Namun tidak semua data menunjukkan tren negatif. Ekspor pakaian jadi mencatat peningkatan 2,83 persen, meskipun diimbangi oleh kenaikan impor sebesar 3,01 persen. Fakta ini mengindikasikan bahwa meskipun industri menghadapi berbagai tantangan, pasar masih memiliki potensi jika dikelola dengan strategi yang tepat.
Para pengamat industri berpendapat bahwa lonjakan impor murah, baik legal maupun ilegal, menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan industri TPT. Tidak hanya menghancurkan produsen lokal, tetapi juga memengaruhi rantai pasok tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.
Kondisi ini tentu membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Tidak cukup hanya mengandalkan regulasi yang ketat, tetapi juga diperlukan kebijakan strategis yang mampu melindungi dan mendorong industri lokal untuk bertransformasi.
Rizky juga menyoroti perlunya modernisasi peralatan industri TPT agar mampu bersaing dengan produk impor. Program insentif dan pembiayaan khusus untuk pengadaan mesin baru bisa menjadi langkah awal untuk memulai revitalisasi sektor ini.
Selain itu, pelaku usaha juga didorong untuk mengadopsi teknologi digital, baik dalam proses produksi maupun pemasaran. E-commerce dapat menjadi peluang besar jika digunakan dengan benar untuk memperluas pasar ekspor, bukan hanya sebagai ancaman dari serbuan impor.
Namun, ada pula pandangan yang mengkritisi pendekatan pemerintah dalam menangani masalah ini. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kebijakan impor sering kali lebih menguntungkan pihak luar ketimbang produsen lokal. Pemerintah perlu lebih tegas dalam mengawasi arus masuk produk impor, terutama yang ilegal.
Stigma sunset industry juga perlu segera dihapus. Dengan potensi besar yang masih dimiliki industri TPT, transformasi harus dilakukan melalui pendekatan kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, dan institusi pendidikan untuk mencetak tenaga kerja terampil yang mendukung modernisasi industri.
Industri tekstil merupakan sektor strategis yang tidak hanya menopang perekonomian, tetapi juga menyerap jutaan tenaga kerja. Jika masalah-masalah ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin industri ini akan benar-benar tenggelam.
(slawiayu/roy)